SA'ID BIN 'AMIR
Pada saat itu Amirul Mu’minin Umar Bin Khattab memecat
Mu’awiyah dari jabatannya sebagai kepala daerah di Syria. Untuk menggantikan
posisi kepala daerah diSyria Umar memiliki sistem
tertentu dan syarat – syarat yang sangat berat dan ketat serta didasarkan atas pertimbangan
yang tajam dan sempurna.
Kemudian Umar menyerukan suara yang mengatakan bahwa Umar
telah menemukan pemimpin yang cocok yaitu Said Bin Amir dan mencoba menawarkan
jabatan sebagai walikota Homs pada saat itu. Namun Said Bin Amir keberatan atas
tawaran Umar. Umar mencoba meyakinkan kembali Said Bin Amir dan Said Bin Amir
dalam sekejap dapat diyakinkan. Demikianlah akhirnya Said berangkat ke Homs
ikut bersama isterinya.
Ketika kedudukan mereka diHoms telah mantap. Sang isteri
Said Bin Amir bermaksut menggunakan haknya sebagai isteri memintaijin suaminya
Said Bin Umar untuk memanfaatkan harta yang telah diberikan Umar sebagai bekal
mereka. Namun Said Bin Umar berkata ,“ Maukah kamu saya tunjukan yang lebih
baik dari rencanamu itu? Kita berada disuatu negeri yang amat pesat
perdagangannya dan laris barang jualannya. Maka lebih baik kita serahkan harta
ini kepada seseorang yang akan mengambilnya sebagai modal dan akan
memperkembangkannya”. Sang Istri mulai ragu atas keputusan suaminya. Dengan
bijaksana Said Bin Amir membelikan apa yang dibutuhkan untuk keperluan hidup
dan sisanya Said Bin Amir sedekahkan. Dengan sabar Said Bin Amir mencoba
memberi pengertian isterinya secara lembut, isteri Said Bin Amir pun diam dan makhlum bahwa tak ada yang lebih utama baginya dari
pada mengikuti jalan ang telah ditempuh suaminya, dan mengendalikan dirinya
untuk mencontoh sifat zuhud dan ketaqwaan suaminya.
Dewasa itu Homs dikatakan sebagai Kufah kedua karena sering
terjadinya pembangkangan dan pendurhakaan penduduk terhadap para pembesar yang
memegang kekuasaan. Tetapi berbeda dengan kepemimpinan Said Bin Amir, penduduk
mulai mencintai dan taat kepada Said Bin Amir. Suatu ketika Umar berkunjung ke
Homs ditanyakan pendapat penduduk yang sedang berkumpul tentan Said Bin Amir.
Sebagian hadirin mengadukannya. Dari kelompok yang mengadukan itu Umar meminta
agar mereka mengemukakan titik – titik kelemahannya satu demi satu. Mereka
mengatakan:
1 1. Ia baru keluar mendapatkan kami setelah tinggi
hari
2 2. Tak hendak melayani seseorang diwaktu malam hari
3. Setiap bulan ada dua hari dimana ia tak hendak
keluar mendapatkan kami hingga kami tidak dapat menemuinya
4. Dan ada satu lagi yang sebetulnya bukan
kesalahannya tapi menganggu kami, yaitu bahwa sewaktu - waktu ia jatuh pingsan.
Lalu Said Bin Amir membela dirinya, ia berkata:
“Mengenai tuduhan mereka bahwa saya tak hendak keluar
sebelum tinggi hari, maka demi Allah, sebetulnya saya tak hendak
menyebutkannya, . . . Keluarga kami tak punya khadam atau pelayan, maka sayalah
yang mengaduk tepung dan membiarkannya sampai mengeram, lalu saya membuat roti
dan kemudian wudlu untuk shalat dluha. Setelah itu barulah saya keluar
mendapatkan mereka … ! ”
“Adapun tuduhan mereka bahwa saya tak mau melayani mereka di
waktu malam . . . , maka demi Allah saya benci menyebutkan sebabnya .. .! Saya
telah menyediakan Siang hari bagi mereka, dan malam hari bagi Allah Ta’ala . .
. ! sedang ucapan mereka bahwa dua hari setiap bulan di mana saya tidak menemui
mereka . . . , maka sebabnya sebagai saya katakan tadi — saya tak punya khadam
yang akan mencuci pakaian, sedang pakaianku tidak pula banyak untuk
dipergantikan. Jadi terpaksalah saya mencucinya dan menunggu sampai kering,
hingga baru dapat keluar di waktu petang … Kemudian tentang keluhan mereka
bahwa saya sewaktu-waktu jatuh pingsan . . . sebabnya karena ketika di Mekah
dulu saya telah menyaksikan jatuh tersungkurnya Khubaib al-Anshari. Dagingnya
dipotong-potong oleh orang Quraisy dan mereka bawa ia dengan tandu sambil
mereka menanyakan kepadanya: “Maukah tempatmu ini diisi oleh Muhammad sebagai
gantimu, sedang kamu berada dalam keadaan sehat wal ‘afiat .. .? Jawab Khubaib:
Demi Allah, saya tak ingin berada dalam lingkungan anak isteriku diliputi oleh
keselamatan dan kesenangan dunia, sementara Rasulullah ditimpa bencana, walau
oleh hanya tusukan duri sekalipun…”
Sekiranya mungkin, tentulah ia tidak disebut bumi atau dunia
lagi …. lebih tepat bila dikatakan Surga Firdausi …. Sungguh, ia telah menjadi
Firdaus yang telah dijanjikan Allah! Dan karena Firdaus itu belum tiba
waktunya, maka orang-orang yang lewat di muka bumi dan tampil di arena
kehidupan dari tingkat tinggi dan mulia seperti ini amat sedikit dan jarang
adanya . . . Dan Sa’id bin ‘Amir adalah salah seorang di antara mereka ….
Diresume Oleh :
Nama : Areta Griselda S.
NIM : 04218011
Lampiran Presentasi